Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Belajar Bagaimana Peneliti Bertindak | Review Buku Tempat Terbaik Di Dunia

Sumber : iStock oleh Nikada


Tempat Terbaik Di Dunia adalah buku pertama yang selesai kubaca tahun ini. Membacanya lama sekali. Kadang kelupaan, disambi momong, atau bahkan menyusui. Kadang juga sampai rebutan sama Puisi. Dia kan juga mau baca buku. 

Kalo sudah begitu aku pengen ketawa. Karena Puisi akan mengikuti gayaku, seolah olah sedang membaca buku beneran. Lucu sekali!

Buku ini sebenarnya kubeli sebagai hadiah buat ulang tahun Danar tahun lalu. Tapi kupinjam karena dia masih sibuk dan belum bisa menyelesaikannya.

Buku ini semacam catatan sela penelitian. Dibuat oleh Roanne Van Vroost selama ia live in di salah satu perkampungan kumuh Jakarta yang ia sebut Bantaran Kali. 

Roanne yang notabene adalah orang asing, tinggal di Belanda sejak kecil, harus menetap selama satu tahun penuh di Bantaran Kali buat penelitian doktoralnya. 

Topik penelitiannya mengenai kebiasaan dan aneka siasat warga perkampungan kumuh Jakarta dalam menghadapi banjir. Untuk mendapat aneka data terkait topik itulah, ia harus menetap dan tak berjarak dengan warga Bantaran Kali yang ditelitinya. 

Namun proses menemukan dan bisa live in di perkampungan kumuh Jakarta sama sekali tak mudah. Bukan cuma sekali ia dioper sana sini oleh petugas-petugas dinas. Ia juga hampir buntu untuk dapat lokasi penelitian. Kalo aku di posisi Roanne sih, aku pasti udah nangis tiap hari sih.

Sampai akhirnya, ia bertemu seorang pengamen bernama Tikus, yang mengajaknya ke "Tempat Terbaik Di Dunia" 

Dan itulah tempat itu, Bantaran Kali.

Menjalani Hidup Di "Tempat Terbaik Di Dunia"

Begitulah akhirnya, ia tinggal di Bantaran Kali, Tempat Terbaik Di Dunia. Meninggali sebuah kamar yang ia sewa dari seorang warga, Enin. Enin pun dengan cepat menjadi keluarganya, begitu pun dengan banyak warga Bantaran Kali lainnya.

Ia pun bisa dengan leluasa melakukan banyak wawancara dan mendapatkan data mengenai aneka cara warga yang tinggal di kawasan kumuh dalam mengatasi banjir. Ia diterima, menjadi sangat dekat, namun sebagai peneliti, ia tetap harus menjaga posisinya. Ia mewawancarai banyak warga, melakukan aneka pengamatan, dan juga tak lupa ikut membantu sebisanya.

Beberapa hal merupakan bantuan ekonomi, sementara lebih sering ia juga menjadi kawan curhat untuk mengatasi kegundahan kawan-kawannya di Bantaran Kali. Begitulah, Roanne menempatkan narasumbernya sebagai manusia, bukan semata subjek penelitiannya. 

Ada satu peristiwa yang menjadi perhatian saya, yaitu ketika kampung kumuh itu mengalami kebakaran. Sebagaimana kampung kumuh di sela sela perkotaan Jakarta, lainnya Bantaran Kali sangat rawan akan kebakaran. Tak lain karena konsleting listrik. 

Bagaimana tidak, bagi perkampungan kumuh semacam Bantaran Kali, yang keberadaannya saja ilegal, mendapatkan listrik secara resmi tentu jadi hal yang mustahil. Sehingga, mereka pun harus bersiasat. Menyambung listrik dari rumah yang sudah dapat listrik. Hal itu dilakukan terus menerus, sambung menyambung, hingga terbentuk rangkaian silang sengkarut kabel yang berpotensi tinggi menyebabkan konsleting. 

Bukan cuma sekali kebakaran terjadi di kampung kumuh ini, dan hari itu, Roanne harus menyaksikan peristiwa kebakaran yang terulang lagi.

Puluhan rumah terbakar, dan warga kampung kumuh itu harus kehilangan tempat bernaungnya. Apalagi, puluhan rumah itu bukan hanya menjadi tempat bernaung bagi seratus dua ratus orang, melainkan hampir lima ratusan, karena satu rumah bisa jadi diisi hampir sepuluh orang walau ukurannya hanyalah sepetak saja.

Mobil pemadam tak bisa masuk. Warga kampung haruslah memadamkan api itu secara swadaya. Bersama-sama mereka saling oper air dalam ember untuk memadamkan api yang berkobar itu. Roanne pun turut serta. Hingga akhirnya menjelang subuh, api itu padam.

Kebakaran itu menyisakan kesedihan yang mendalam pada warga Bantaran Kali. Mereka yang rumahnya terbakar sedih lantaran kehilangan tempat tinggal, sementara yang rumahnya aman dari kobaran api sedih sebab kawan mereka kehilangan tempat tinggal.

Meskipun sederhana, hanya satu ruangan berdinding seng, triplek, atau kardus, tapi rumah itu adalah segala yang mereka punya. 

Roanne pun ikut merasai kesedihan itu. Ia ikut hancur melihat warga Bantaran Kali. Sebagai peneliti ia telah berbagi perasaan dengan subjek penelitiannya. 

Hal ini telah menjadi perdebatan mengenai bagaimana peneliti bertindak di hadapan subjek penelitiannya. Apakah ia harus berjarak, atau apakah ia boleh berbagi perasaan dan memiliki empati terhadap subjek penelitiannya?

Jarak tentu saja harus dibangun, menurut Roanne. Nyatanya ia melakukan hal itu dengan tidak terlalu banyak menjelaskan tentang kehidupan pribadinya. Juga, meskipun memiliki empati yang tinggi terhadap warga Bantaran Kali ia tak serta merta memberikan bantuan materil kepada mereka.

Sebab, jika hal itu dilakukan, maka akan sangat menganggu penelitiannya. Bisa jadi warga Bantaran Kali akan datang dan memberikan jawaban yang tak sesuai kenyataan agar bisa mendapatkan sejumlah uang atau pinjaman. Hal itu tentu tidak diharapkan. 

Karena itu, Roanne bersiasat. Ia tetap memberikan bantuannya setelah kebakaran itu terjadi,  ia memberikan juga memberi bantuan dana melalui sebuah lembaga perantara. Hal itu tidak dilakukannya sekali atau dua kali saja.

Roanne pun juga tidak begitu saja melepas Bantaran Kali yang dicintainya setelah penelitiannya usai. Ia tetap melakukan advokasi dan terus berhubungan dengan warga Bantaran Kali walaupun sudah kembali ke Belanda.

Advokasi dilakukannya melalui riset-riset yang ia gelar. Ia terus menyuarakan suara warga Bantaran Kali, agar mereka lebih dipedulikan dan tidak dipandang sebelah mata.

Tapi Bantaran Kali tetap digusur. Penggusuran yang dilakukan dalam sehari itu telah membuyarkan banyak hal. Segala jalinan sosial, kedekatan, hubungan tetangga yang bahkan hampir seperti keluarga rusak dan musnah. Hal itu menimbulkan patah hati di diri semua orang. Tapi siapa yang peduli?

Bila buku ini tidak ditulis, aku rasa tak ada yang menyadari bagaimana keindahan hari-hari sederhana di Bantaran Kali. Buku ini ditulis atas permintaan Tikus, supaya Bantaran Kali senantiasa diingat dan bahkan diketahui pernah ada. 


Posting Komentar untuk "Belajar Bagaimana Peneliti Bertindak | Review Buku Tempat Terbaik Di Dunia"