Liverpool, Kegembiraan, dan Sambutan Hangat dari Sepak Bola
Menonton bola itu menyenangkan. Saya tak pernah menduga kalimat itu akan berlaku pada saya. Tapi, pertandingan Liverpool lawan Arsenal yang membuahkan kemenangan 5-1 untuk The Reds semalam, membuktikannya.
Saya adalah orang yang bisa fanatik
terhadap suatu genre, grup, atau sebuah tim. Baik itu musik, film atau, sepak
bola. Untuk musik atau film misalnya, saya cenderung bisa menikmati semua
genre. Asal enak didengar atau ceritanya seru-untuk film ada catatan khusus,
yaitu asal gak seram, entah itu hantu atau yang ceritanya bunuh-bunuhan-saya
pasti akan menikmatnya. Namun, berbeda pada sepak bola. Saya tak pernah
berhasil menonton bola. Selalu terlalu mengantuk atau terlalu bosan melihat
orang ‘oper-operan’ si kulit bundar. Alhasil saya memilih untuk memindah channel ke acara yang lebih seru atau
pergi jika Paman telah memonopoli remot TV. Jujur saja, sebenarnya sampai
beberapa bulan kemarin saya masih heran tentang mengapa orang bisa menyukai bola
dan bisa gila saat menontonnya. Keheranan yang tak pernah terjawab sampai laga
Liverpool lawan Arsenal semalam datang!
Selama sepuluh menit pertama
setelah permainan dimulai saya sudah “terhanyut” dalam pertandingan itu. Saya
benar-benar merasa tegang ketika Arsenal memepet Liverpool di dekat gawang, dan
deg-degan karena pertahanan Liverpool yang saya rasa agak lowong dan bisa
membahayakan. “Waduh!”, ucap saya waktu itu dan tak lama berubah menjadi
“Aduh!” karena salah satu pemain Arsenal, yaitu Ashley Maitland-Niles berhasil
melesakkan gol ke gawang Liverpool.
Saya benar-benar sedih saat itu,
suatu hal yang membuat saya terkejut. Saya tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya
ketika menonton pertandingan sepak bola. Saya jadi semakin heran dengan diri
saya saat begitu gembira ketika sekitar tiga menit berselang, Liverpool
berhasil memberi pembalasan yang mengejutkan lewat gol Firmino. Saat itu saya
benar-benar merasa lega, lega bercampur senang. “Yesss!”, teriak saya sambil
mengepalkan tangan. Pembalasan itu menjadi makin indah saat beberapa menit
kemudian Liverpool kembali menjebol gawang Arsenal, lagi-lagi lewat Firmino.
Serangan yang begitu cepat itu berhasil membuat Liverpool unggul 2-1 atas Arsenal.
Laga itu intinya berlangsung
dengan sangat menarik. Paro pertama diakhiri dengan keunggulan 4-1 Liverpool
atas Arsenal, dan berakhir dengan dengan kemenangan mutlak 5-1 tim yang
dijuluki The Reds itu.
Pertandingan semalam telah
membuktikan sesuatu pada saya, bahwa ternyata sepak bola bisa semenyenangkan
itu!
Ada saat-saat dimana saya
benar-benar merasa terharu dan ikut menjadi bagian dari para Liverpooldian dan
Kopites yang hadir di stadion semalam. Bagaimana mereka bersorak dan berbahagia
ketika timnya meraih kemenangan. Seorang bapak yang tersorot kamera bahkan
tampak berkaca-kaca ketika pertandingan di akhiri. Jujur, saya merasakan
solidaritas dan kegembiraan yang luar biasa ketika menonton pertandingan
semalam.
Semua itu telah menjawab
keheranan saya dan membuat saya paham dengan apa yang dikutip Sindhunata dari
Fritz Pleitgen, koresponden olahraga majalah Die Zeit dalam tulisannya di Koran
Kompas sebelum final Liga Champion 2018 antara Liverpool dengan Real Madrid, bahwa di dunia ini
hanya ada dua bahasa internasional, yaitu sepak bola dan musik. Dan, masih kata
Sindhunata, melalui The Beatles dan The Reds, Liverpool memberikan keduanya.
Selamat atas kemenangannya! Saya rasa,
saya tak sabar menantikan pertandingan selanjutnya.
NB : Tulisan Sindhunata yang saya bicarakan itu berjudul Bahasa Damai
dari Kaki Mo Salah. Saya sedang mengetiknya ulang dari kliping saya. Semoga
saya bisa segera mempublikasikannya di blog ini dan saya harap kalian sama
senangnya dengan saya saat membacanya.

Posting Komentar untuk "Liverpool, Kegembiraan, dan Sambutan Hangat dari Sepak Bola"