Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Yang Mengingatkanku Padamu

Sumber : http://arciarinsletjourney.blogspot.com/2015/03/perempuan-dalam-hujan.html



Melihat langit kelabu dan tetes demi tetes air yang berjatuhan dari genting. Kesuraman dan kesedihan menyeruak ke udara, mengingatkanku padamu. Hanya padamu.

Kususuri lorong demi lorong dalam ruang sisa yang disediakan oleh rumah-rumah yang berkerumun seperti seekor semut mengerubung gula. Di ujung lorong, seorang anak kecil mengamatiku seakan aku adalah satu mahluk asing yang tak pernah dilihatnya di muka bumi. Aku memberinya senyuman dan anak itu justru lari kepada ibunya, ketakutan melihat keramahanku. Harusnya aku tidak pernah memberinya senyum. Aku lupa, keramahan tak cocok untukku, meski mati-matian tak kau benarkan sambil melontarkan guyonan yang menerbitkan senyumku. Senyum yang lantas kau kulum dengan bibirmu yang ungu. "Perlu disimpan baik-baik", begitu katamu.

Ah, kau. Pikiranku memang tak pernah terbebas darimu.

Tahukah kau? Tak ada satupun yang tak mengingatkanku padamu. Apalagi disini, di lorong ini, kenangan terhadapmu mengaliriku begitu deras, seperti air yang mengalir di tepian jalan setelah hujan. Meski perlahan akan mengering, tapi selalu meninggalkan bekas kikisan, bekas kikisan yang lama kelamaan akan merusak aspal. 

Di lorong ini kita berdua berjalan bersama. Ah tidak, kita tidak pernah berjalan bersama disini. Hanya aku yang terlalu merindukanmu dan kau yang teramat rindu padaku. Kerinduan yang membawa kita pada pikiran fana, bahwa kita melalui lorong gelap dan penuh sampah ini bersama, tertawa dengan guyonan receh yang kulontarkan atau tersipu karena rayuan gombal yang kau ucapkan. Kemudian  tangan kita bergandengan sepanjang jalan. Jari-jarimu yang besar dan hitam menggenggam tanganku yang mungil dan lemah, seakan enggan untuk melepaskannya lagi bahkan hanya untuk membuka lubang kunci. Begitu indah. Tapi tetap saja, kita tak pernah melalui lorong ini bersama, hanya aku yang merindukanmu dan kau yang juga rindu padaku. 

Kuhentikan langkahku pada sebuah rumah bercat merah jambu dan kurohgohkan tanganku pada saku, mencari kunci lalu kubuka pintu. Di dalam sana hanya ada kegelapan. Kegelapan yang juga mengingatkanku padamu. Di dalam kamar ini, kau bersusah payah untuk memasang lampu, sementara aku, memegangi tangga mengharap keselamatanmu. Kita aku akan saling tersenyum ketika semua sudah selesai, senyum yang sayangnya  palsu. Juga, lampu, dirimu, dan doaku yang tak pernah ada, hanya khayalan kita.

Malam turun, dingin membuatku menggigil. Kurapatkan selimut  yang lagi-lagi kuharapkan beraroma tubuhmu, hanya tubuhmu. Tangisku muncul, setitik demi setitik, menyadari bahwa segala khayalanku tak pernah dan tak akan mungkin terjadi. Kau telah mati, terjatuh saat mengecor semen di lantai tujuh, dan semua itu hanya demi mewujudkan khayalan kita. Khayalan untuk bergandengan tangan dan pulang ke rumah yang sama.   

 

Posting Komentar untuk "Yang Mengingatkanku Padamu"